Riba, Dosa Besar yang Harus Dihindari
zakatkita.org 21 October 2021 2135
Riba,
Dosa Besar yang Harus Dihindari
Riba (ربا يربو) secara bahasa
artinya bertambah/tambahan, bisa juga diartikan mengembang atau lebih banyak.
Menurut syariat, pengertian riba lebih luas, yaitu penambahan atau penundaan
(meskipun tidak ada penambahan).
Hukum riba adalah haram, berdasarkan Al-Quran
dan As-Sunnah serta ijma’ umat Islam. Allah subhanahu wata’ala berfirman:
ء يا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ
مُؤْمِنِينَ (278) فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا
بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ
أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ(279) فَإِنْ
لَمْ 279
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang benar
benar beriman. Jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka
ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat
(dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan
tidak (pula) dianiaya (Q.S. Al
Baqarah: 278-279).
Dosanya adalah mendapat ancaman peperangan
dari Allah dan Rasul-Nya. Hanya ini (riba) yang mendapat ancaman dari dua itu
(Allah dan Rasul-Nya). Hal lain yang mendapat ancaman peperangan dari Allah,
yaitu seperti yang tercantum di Hadits Arba’in: “Barang siapa memusuhi wali-Ku,
maka Aku umumkan perang kepadanya…”
Riba itu aniaya/zalim (dzolim) secara realitasnya,
meskipun yang terzalimi merasa terbantu dan merasa terbantu ini dalah
subjektif. Bagaimanapun juga, mengambil tambahan (dalam perutangan, red) itu
adalah zalim, meskipun sukarela. Riba memang sukarela, kalau tidak sukarela,
maka itu perampokan/perampasan.
Sungguh suatu kemurahan dan kasih sayang dari
Allah, jika bertaubat dari riba, boleh mengambil pokok tanpa
peranakannya/bunganya. Kita tidak diwajibkan memutihkan utang tersebut. Kita
tidak perlu membuang semua dari perutangan yang mengandung riba, masih
diperbolehkan mengambil harta yang pokok/asli.
Allah subhanahu wata’ala juga berfirman:
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لا
يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ
ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ
الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى
فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ
النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ(275)(الاؤسش275
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat
berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang
kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang
demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual
beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang
telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS.
Al-Baqarah: 275).
(يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا
وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ(276
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan
Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu
berbuat dosa.” (Q.S.
Al-Baqarah: 276).
Memakan riba maksudnya adalah mengambil dan
menerima riba, tidak hanya terbatas pada menggunakannya untuk makan, tetapi
juga untuk membeli pakaian dan lainnya. Ulama mengatakan bahwa pemakan riba
nanti ketika bangkit dari kubur, jalannya sempoyongan.
Allah berkata berkebalikan dengan pikiran
manusia. Allah memusnahkan/menghancurkan keuntungan riba, padahal dianggap baik
oleh manusia. Pikiran manusia, jika meribakan uangnya, maka akan mendapat
tambahan, akan tetapi Allah mengatakan akan menghancurkannya. Pikiran manusia,
jika menyedekahkan hartanya maka akan membuat berkurang, akan tetapi Allah
mengatakan akan menyuburkan sedekah.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله
عنه – عَنِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « اجْتَنِبُوا السَّبْعَ
الْمُوبِقَاتِ » . قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ ، وَمَا هُنَّ قَالَ « الشِّرْكُ
بِاللَّهِ ، وَالسِّحْرُ ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِى حَرَّمَ اللَّهُ إِلاَّ
بِالْحَقِّ ، وَأَكْلُ الرِّبَا ، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ ، وَالتَّوَلِّى
يَوْمَ الزَّحْفِ ، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلاَتِ » .
Dari Abu Hurairah, Nabi bersabda, “Jauhilah tujuh dosa
yang membinasakan!”. Para shahabat bertanya, “Apa saja tujuh dosa itu wahai
rasulullah?”Jawaban Nabi, “Menyekutukan Allah, sihir, menghabisi nyawa yang
Allah haramkan tanpa alasan yang dibenarkan, memakan riba, memakan harta anak
yatim, meninggalkan medan perang setelah perang berkecamuk dan menuduh berzina
wanita baik baik(yang menjaga dirinya)” [Muttafaq ‘alaih].
Menjauhi itu lebih dari sekadar meninggalkan,
yakni juga meninggalkan setiap sarana yang mengantarkan ke hal itu.
Memakan riba larangannya adalah mutlak. Memakan harta anak yatim terlarang jika zalim. Misalkan
orang tuanya miskin, maka hal ini boleh terutama bagi ibu, jika suaminya
meninggal, lalu pembagian warisnya tidak tepat (ibu mendapat warisan berlebih,
red), ibu itu berarti (berpotensi) memakan harta anak yatim. Hal ini juga
menunjukkan pentingnya pembagian waris dengan tepat.
عَنْ جَابِرٍ قَالَ لَعَنَ رَسُولُ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ
وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ
Dari Jabir, Rasulullah melaknat orang yang memakan riba,
nasabah riba, juru tulis dan dua saksi transaksi riba. Nabi bersabda, “Mereka
itu sama[1]” [H.R.
Muslim].
Laknat artinya adalah
dijauhkan dari kasih sayang Allah subhanahu wata’ala (tidak Allah sayangi).
Kaidah dalam masalah ini yaitu setiap perbuatan yang ditakut-takuti/diancam
dengan laknat adalah dosa besar.
عن عبد الله : عن النبي صلى الله
عليه و سلم قال : الربا ثلاثة و سبعون بابا أيسرها مثل أن ينكح الرجل أمه
Dari Abdullah bin Mas’ud, Nabi bersabda, “Riba itu
memiliki 73 pintu. Dosa riba yang paling ringan itu semisal dosa menzinai/menyetubuhi
ibu sendiri” [H.R. Hakim].
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حَنْظَلَةَ
غَسِيلِ الْمَلاَئِكَةِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- «
دِرْهَمُ رِباً يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتَّةٍ
وَثَلاَثِينَ زَنْيَةً
Dari Abdullah bin Hanzholah[2], Rasulullah bersabda, “Satu dirham uang
riba yang dinikmati seseorang dalam keadaan tahu bahwa itu riba dosanya lebih
jelek dari pada berzina 36 kali” [HR Ahmad].
عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا أَحَدٌ أَكْثَرَ مِنْ
الرِّبَا إِلَّا كَانَ عَاقِبَةُ أَمْرِهِ إِلَى قِلَّةٍ
Dari Ibnu Mas’ud, Nabi bersabda, “Tidaklah
seorang itu memperbanyak harta dari riba kecuali kondisi akhirnya adalah
kekurangan/kemiskinan” [H.R. Ibnu Majah].
Bagikan ke Teman