Pengelolaan Baitul Mal dimasa Dinasti Umayyah dan Abbasiyah
zakatkita.org 06 October 2021 2269
Pengelolaan Baitul
Mal dimasa Dinasti Umayyah dan Abbasiyah
Tak semua pemimpin di era kekhalifahan Umayyah dan
Abbasiyah benar-benar jujur dalam mengelola keuangan negara (baitulmal). Dengan
meluasnya wilayah kekuasaan Islam, pendapatan atau pemasukan ke kas negara pun
semakin bertambah banyak. Tak heran, bila kemudian urusan keuangan mendapat
perhatian utama dari pemerintahan Dinasti Umayyah dan Abbasiyah.
Pada era kekhalifahan Umayyah, pengelolaan baitulmal yang paling bersih terjadi pada masa
kekuasaan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Begitu Khalifah Umar II itu berkuasa,
tanpa ragu dan pandang bulu semua harta kekayaan para pejabat dan keluarga bani
Umayyah yang diperoleh secara tak wajar dibersihkan.
Ia lalu menyerahkannya ke kas negara. Semua pejabat korup
dipecat. Langkah itu dilakukan khalifah demi menyejahterakan dan memakmurkan
rakyatnya. Setelah membersihkan harta kekayaan tak wajar di kalangan pejabat
dan keluarga bani Umayyah, Khalifah Umar melakukan reformasi dan pembaruan di
berbagai bidang.
Di bidang fiskal, misalnya,Umar memangkas pajak dari orang
Nasrani. Tak cuma itu, ia juga menghentikan pungutan pajak dari mualaf.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz menggunakan dana di baitulmal (kas negara) untuk
memakmurkan dan menyejahterakan rakyatnya.
Berbagai fasilitas dan pelayanan publik dibangun dan
diperbaiki. Sektor pertanian terus dikembangkan melalui perbaikan lahan dan
saluran irigasi. Sumur-sumur baru terus digali untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat akan air bersih.
Jalan-jalan di kota Damaskus dan sekitarnya dibangun dan
dikembangkan. Untuk memuliakan tamu dan para musafir yang singgah di Damaskus,
khalifah membangun penginapan. Sarana ibadah seperti masjid di perbanyak dan
diperindah. Masyarakat yang sakit disediakan pengobatan gratis. Khalifah Umar
II pun memperbaiki pelayanan di dinas pos, sehingga aktivitas korespondensi
berlangsung lancar. Sehingga, rakyatnya benar benar hidup sejahtera.
Tak ada lagi yang mengalami kekurangan pangan dan kesusahan.
Berkat pengelolaan dana baitulmal yang benar, sampai-sampai para pengelola
baitulmal kesulitan lagi mencari orang miskin yang harus disantuni. Ibnu Abdil
Hakam meriwayatkan, Yahya bin Said, seorang petugas zakat masa itu berkata,
‘’Saya pernah diutus Umar bin Abdul Aziz untuk memungut zakat ke Afrika.
Setelah memungutnya, saya bermaksud memberikannya kepada orang- orang miskin.
Namun, saya tidak menjumpai seorang pun. Umar bin Abdul Aziz telah menjadikan
semua rakyat pada waktu itu berkecukupan. Akhirnya, saya memutuskan untuk
membeli budak lalu memerdekakannya,’’ kisah Yahya bin Said.
Kemakmuran itu tak hanya ada di Afrika, tetapi juga merata
di seluruh penjuru wilayah Khilafah Islam, seperti Irak dan Basrah. Abu Ubaid
mengisahkan, Khalifah Umar bin Abdul Aziz mengirim surat kepada Hamid bin
Abdurrahman, Gubernur Irak, agar membayar semua gaji dan hak rutin di provinsi
itu. Dalam surat balasannya, Abdul Hamid berkata, ‘’Saya sudah membayarkan
semua gaji dan hak mereka. Namun, di Baitulmal masih terdapat banyak uang.’’
Khalifah Umar memerintahkan, ‘’Carilah orang yang dililit utang tetapi tidak
boros. Berilah dia uang untuk melunasi utangnya!’’
Abdul Hamid kembali menyurati Khalifah Umar, ‘’Saya sudah
membayarkan utang mereka, tetapi di baitulmal masih banyak uang.’’ Khalifah
memerintahkan lagi, ‘’Kalau begitu bila ada seorang lajang yang tidak memiliki
harta lalu dia ingin menikah, nikahkan dia dan bayarlah maharnya!’’ Abdul Hamid
sekali lagi menyurati Khalifah. Dalam suratnya dia menyatakan,’’ Saya sudah menikahkan
semua yang ingin nikah. Namun, di baitulmal ternyata masih juga banyak uang.’’
Akhirnya, Khalifah Umar memberi pengarahan, ‘’Carilah orang yang biasa membayar
jizyah dan kharaj. Kalau ada yang kekurangan modal, berilah mereka pinjaman
agar mampu mengolah tanahnya. Kita tidak menuntut pengembaliannya kecuali
setelah dua tahun atau lebih.
Pada masa Abbasiyah, kepala perpajakan merupakan orang
yang terpenting dalam pemerintahan. Pada era dinasti ini, kemajuan tercapai
pada masa kepemimpinan Khalifah Harun Ar-Rasyid dan Al-Ma’mun. Kemajuan dalam
sektor perekonomian, perdagangan dan pertanian itu membuat Baghdad menjelma
menjadi pusat perdagangan terbesar dan teramai di dunia saat itu. Dengan
kepastian hukum serta keamanan yang terjamin, berbondong bondong para saudagar
dari berbagai penjuru dunia bertransaksi melakukan pertukaan barang dan uang di
Baghdad. Negara pun memperoleh pemasukan yang begitu besar dari aktivitas
perekonomian dan perdagangan itu serta tentunya dari pungutan pajak.
Pemasukan kas negara yang begitu besar itu tak dikorup
sang khalifah. Harun Ar-Rasyid menggunakan dana itu untuk pembangunan dan
menyejahterakan rakyatnya. Kota Baghdad pun dibangun dengan indah dan megah.
Gedung-gedung tinggi berdiri, sarana peribadatan tersebar, sarana pendidikan
pun menjamur dan fasilitas kesehatan gratis pun diberikan dengan pelayanan yang
prima.
Bagikan ke Teman