Menjaga Harta Dari Yang Haram
zakatkita.org 25 January 2022 4285
Menjaga Harta Dari Yang Haram
Sahabat tentu mengetahui betapa
pentingnya menjaga kehalalan harta yang kita nikmati bersama keluarga. Harta
yang kita miliki, suatu saat akan berubah menjadi makanan dan minuman yang kita
konsumsi, tentu akan menjadi daging dan darah yang mengalir di dalam tubuh.
Sungguh menjaga harta halal akan membuat kita lebih tenang dan memohon ridho
dari Allah ta'ala
Menurut istilah syar'i, syubhat adalah
merupakan istilah di dalam Islam yang menyatakan tentang keadaan yang samar
tentang kehalalan atau keharaman dari sesuatu. Syubhat juga dapat merujuk
kepada sebuah keadaan kerancuan berpikir dalam memahami sesuatu hal, yang
mengakibatkan sesuatu yang salah terlihat benar ataupun sebaliknya.
Namun, sadarkah bahwa di dalam harta
kita, mungki tidak sepenuhnya halal. Ada setitik noda riba ataupun harta
syubhat yang pada dasarnya sudah kita ketahui, namun belum kita keluarkan.
Kita semua tahu bahwa macam-macam riba,
hukumnya adalah harta haram. Bahkan ancaman untuk mereka para pelaku dosa riba
sangat mengerikan,
"Wahai orang-orang yang beriman!
Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika
kamu orang beriman. Jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang
dari Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak atas
pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim dan tidak dizalimi."
(QS. Al-Baqarah: 278-279)
Dalam
prinsip pokok maslahat menurut Islam, disebutkan penjelasan terkait dengan
prinsip menjaga harta dalam islam.
Allah
SWT berfirman:
"Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan
melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka.
Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah (QS An Nisaa: 29-30).
Kemudian
dalam sebuah hadits disebutkan, Sa'ad bin Abi Waqash berkata: "Wahai
Rasulallah, mohonkan kepada Allah agar doaku dikabulkan". Nabi ﷺ bersabda:
"Wahai
Sa'ad, baikkanlah makananmu (pilihlah yang halal), niscaya doamu mustajab. Demi
Allah, sesungguhnya orang yang di rongganya terdapat sesuap barang haram, tidak
akan diterima amalnya selama empat puluh hari. Dan barangsiapa yang daging
tubuhnya tumbuh dari barang yang haram dan riba, maka nerakalah yang paling
layak untuknya." (HR Thabrani).
Sementara
itu, orang-orang terdahulu lebih baik meninggalkan sesuatu yang sebenarnya
masih diperbolehkan, namun mereka memilih untuk meninggalkan perkara tersebut,
karena khawatir itu termasuk ke dalam hal yang dilarang.
Seorang manusia yang hidup di abad
modern ini, dituntut untuk mengumpulkan, dan menumpuk harta sebanyak-banyaknya
agar bisa hidup layak, serta tenang menghadapi masa depan diri, anak dan cucu.
Pada saat itu orang-orang tidak peduli lagi dari mana harta dia dapatkan.
Rasulullah Saw bersabda:
"Akan datang suatu masa pada umat
manusia, mereka tidak lagi peduli dengan cara untuk mendapatkan harta, apakah
melalui cara yang halal ataukah dengan cara yang haram." (HR Al-Bukhari.
Orang-orang tersebut dapat
dikelompokkan menjadi dua:
1. Sebagian manusia tidak pernah peduli
akan kaidah rabbani dalam mencapai tujuan mencari harta, kelompok ini
dianjurkan untuk memeriksa kembali akidah mereka, di mana mereka telah
menjadikan dirham sebagai tuhannya, dan tidak mengindahkan perintah Allah SWT.
Rasulullah SAW mendoakan kehancuran
untuk kelompok ini dengan sabdanya:
"Celakalah hamba dinar, celakalah
hamba dirham, celakalah hamba pakaian...( HR Al-bukhari.
Rasulullah SAW merupakan seorang yang
dikabulkan doanya. Apabila dia mendoakan kehancuran untuk para pemuja harta,
niscaya kebinasaan akan menimpa mereka.
Mereka bukan lagi hamba Allah yang
patuh, dan tunduk dengan perintahNya, karena tuntuan hati mereka terhadap harta
menyamai, bahkan melebihi hubungan mereka terhadap Allah. Apabila berbenturan
antara keuntungan niaga dengan syariat Allah niscaya perintah Allah
dikesampingkannya.
Mereka tidak meyakini rezekinya berasal
dari Allah, mereka mengira bahwa pencapaian-pencapaian dunia mereka murni
keahliannya dirinya berniaga, mereka berujar seperti ucapan Qarun:
Karun berkata: "Sesungguhnya aku
hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku." (QS Al Qashash: 78).
Padahal Allah telah berfirman:
"Sesungguhnya yang kamu sembah
selain Allah itu tidak mampu memberikan rezeki kepadamu, maka mintalah rezeki
itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukur kepada-Nya." (QS Al
Ankabut: 17).
2. Sebagian lagi, orang-orang yang
masih memiliki dhamir (hati) yang peka, akan tetapi karena mereka sedari kecil
tidak pernah mengerti, dan mempelajari ketentuan Allah tentang muamalat,
kelompok ini mau tidak mau akan melanggar syariat Allah saat mengumpulkan harta
karena ketidaktahuannya.
Mereka adalah yang dimaksud Ali bin Abi
Thalib:
"Barangsiapa yang berdagang namun
belum memahami ilmu agama, maka dia pasti akan terjerumus dalam riba, kemudian
dia akan terjerumus ke dalamnya dan terus menerus terjerumus", sebagaimana
dinukilkan Abu Layts, dalam Tanbih Al Ghafilin.
Bila harta yang kita miliki saat ini
telah tercampur dengan penghasilan yang kurang baik sumbernya, seperti
keuntungan bersifat riba yang tak sengaja kita dapatkan. Jumlah yang sedikit
ini bisa menodai keberkahan harta seluruhnya.
Untuk membersihkan harta yang haram
atau syubhat bisa dilakukan dengan menyisihkan harta haram atau uang riba kita
menjadi hal yang bermanfaat untuk orang banyak yang masih dalam syariat islam.
Mari pisahkan sedikit bagian yang ternoda ini agar tak mencemari seluruh harta
kita, dengan cara mengonversikannya jadi bantuan sosial, pembangunan jembatan,
jalan, atau ragam fasilitas umum lainnya. Semoga Allah menerima tobat atas
harta-harta dan mengampuni dosa-dosa kita.
Bagikan ke Teman