photo

Menjaga Harta Dari Yang Haram

Sahabat tentu mengetahui betapa pentingnya menjaga kehalalan harta yang kita nikmati bersama keluarga. Harta yang kita miliki, suatu saat akan berubah menjadi makanan dan minuman yang kita konsumsi, tentu akan menjadi daging dan darah yang mengalir di dalam tubuh. Sungguh menjaga harta halal akan membuat kita lebih tenang dan memohon ridho dari Allah ta'ala

Menurut istilah syar'i, syubhat adalah merupakan istilah di dalam Islam yang menyatakan tentang keadaan yang samar tentang kehalalan atau keharaman dari sesuatu. Syubhat juga dapat merujuk kepada sebuah keadaan kerancuan berpikir dalam memahami sesuatu hal, yang mengakibatkan sesuatu yang salah terlihat benar ataupun sebaliknya.

Namun, sadarkah bahwa di dalam harta kita, mungki tidak sepenuhnya halal. Ada setitik noda riba ataupun harta syubhat yang pada dasarnya sudah kita ketahui, namun belum kita keluarkan.

Kita semua tahu bahwa macam-macam riba, hukumnya adalah harta haram. Bahkan ancaman untuk mereka para pelaku dosa riba sangat mengerikan,

"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman. Jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim dan tidak dizalimi."

(QS. Al-Baqarah: 278-279)

Dalam prinsip pokok maslahat menurut Islam, disebutkan penjelasan terkait dengan prinsip menjaga harta dalam islam.

Allah SWT berfirman:

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah (QS An Nisaa: 29-30).

Kemudian dalam sebuah hadits disebutkan, Sa'ad bin Abi Waqash berkata: "Wahai Rasulallah, mohonkan kepada Allah agar doaku dikabulkan". Nabi ﷺ bersabda:

"Wahai Sa'ad, baikkanlah makananmu (pilihlah yang halal), niscaya doamu mustajab. Demi Allah, sesungguhnya orang yang di rongganya terdapat sesuap barang haram, tidak akan diterima amalnya selama empat puluh hari. Dan barangsiapa yang daging tubuhnya tumbuh dari barang yang haram dan riba, maka nerakalah yang paling layak untuknya." (HR Thabrani).

Sementara itu, orang-orang terdahulu lebih baik meninggalkan sesuatu yang sebenarnya masih diperbolehkan, namun mereka memilih untuk meninggalkan perkara tersebut, karena khawatir itu termasuk ke dalam hal yang dilarang.

Seorang manusia yang hidup di abad modern ini, dituntut untuk mengumpulkan, dan menumpuk harta sebanyak-banyaknya agar bisa hidup layak, serta tenang menghadapi masa depan diri, anak dan cucu. Pada saat itu orang-orang tidak peduli lagi dari mana harta dia dapatkan. 

Rasulullah Saw bersabda:

"Akan datang suatu masa pada umat manusia, mereka tidak lagi peduli dengan cara untuk mendapatkan harta, apakah melalui cara yang halal ataukah dengan cara yang haram." (HR Al-Bukhari.

Orang-orang tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua:

1. Sebagian manusia tidak pernah peduli akan kaidah rabbani dalam mencapai tujuan mencari harta, kelompok ini dianjurkan untuk memeriksa kembali akidah mereka, di mana mereka telah menjadikan dirham sebagai tuhannya, dan tidak mengindahkan perintah Allah SWT.

Rasulullah SAW mendoakan kehancuran untuk kelompok ini dengan sabdanya:

"Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba pakaian...( HR Al-bukhari.

Rasulullah SAW merupakan seorang yang dikabulkan doanya. Apabila dia mendoakan kehancuran untuk para pemuja harta, niscaya kebinasaan akan menimpa mereka.

Mereka bukan lagi hamba Allah yang patuh, dan tunduk dengan perintahNya, karena tuntuan hati mereka terhadap harta menyamai, bahkan melebihi hubungan mereka terhadap Allah. Apabila berbenturan antara keuntungan niaga dengan syariat Allah niscaya perintah Allah dikesampingkannya.  

Mereka tidak meyakini rezekinya berasal dari Allah, mereka mengira bahwa pencapaian-pencapaian dunia mereka murni keahliannya dirinya berniaga, mereka berujar seperti ucapan Qarun:

Karun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku." (QS Al Qashash: 78).

Padahal Allah telah berfirman:

"Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezeki kepadamu, maka mintalah rezeki itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukur kepada-Nya." (QS Al Ankabut: 17).

2. Sebagian lagi, orang-orang yang masih memiliki dhamir (hati) yang peka, akan tetapi karena mereka sedari kecil tidak pernah mengerti, dan mempelajari ketentuan Allah tentang muamalat, kelompok ini mau tidak mau akan melanggar syariat Allah saat mengumpulkan harta karena ketidaktahuannya.

Mereka adalah yang dimaksud Ali bin Abi Thalib: 

"Barangsiapa yang berdagang namun belum memahami ilmu agama, maka dia pasti akan terjerumus dalam riba, kemudian dia akan terjerumus ke dalamnya dan terus menerus terjerumus", sebagaimana dinukilkan Abu Layts, dalam Tanbih Al Ghafilin.

Bila harta yang kita miliki saat ini telah tercampur dengan penghasilan yang kurang baik sumbernya, seperti keuntungan bersifat riba yang tak sengaja kita dapatkan. Jumlah yang sedikit ini bisa menodai keberkahan harta seluruhnya.

Untuk membersihkan harta yang haram atau syubhat bisa dilakukan dengan menyisihkan harta haram atau uang riba kita menjadi hal yang bermanfaat untuk orang banyak yang masih dalam syariat islam. Mari pisahkan sedikit bagian yang ternoda ini agar tak mencemari seluruh harta kita, dengan cara mengonversikannya jadi bantuan sosial, pembangunan jembatan, jalan, atau ragam fasilitas umum lainnya. Semoga Allah menerima tobat atas harta-harta dan mengampuni dosa-dosa kita.

 

 


Bagikan ke Teman





Rekomendasi Artikel