Menebar Kebaikan Kepada Sesama Manusia
zakatkita.org 13 October 2021 1010
Menebar Kebaikan Kepada Sesama Manusia
Apakah boleh berbuat baik kepada seseorang yang berbeda
keyakinannya? Tentu. Bahkan Islam menganjurkan akan hal itu. Berbuat baik tidak
harus melazimkan adanya rasa loyal ataupun cinta.
Dalam al-Qur’an Allah berfirman:
“Allah tidak melarang
kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada
memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (QS. Al Mumtahanah:
8)
Ayat ini mengajarkan prinsip toleransi, yaitu hendaklah setiap
muslim berbuat baik pada yang lainnya selama tidak ada sangkut pautnya dengan
hal agama.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Allah tidak melarang kalian
berbuat baik kepada non muslim yang tidak memerangi kalian seperti berbuat baik
kepada wanita dan orang yang lemah di antara mereka. Hendaklah berbuat baik dan
adil karena Allah menyukai orang yang berbuat adil.” (Tafsir Al-Qur’an Al
‘Azhim, 8: 90).
Ibnu Jarir Ath Thobari rahimahullah mengatakan bahwa bentuk
berbuat baik dan adil di sini berlaku kepada setiap agama. Lihat Tafsir
Ath Thobari, 28: 81.
Tentu semua ini telah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, sebagaimana wasiat beliau kepada Mua’dz bin Jabal Radhiyallahu
‘anhu, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
Dan pergaulilah
manusia dengan akhlak yang baik” [HR. Ahmad, Tirmidzi, Darimi]
Beliau mengaitkan hadits di atas dengan akhlak yang baik antara
manusia, yang mana kata “manusia” dalam bahasa arab menunjukkan kata yang umum,
tidak terkhusus kepada orang muslim saja, atau kepada orang yang taat beribadah
saja, melainkan kepada semua manusia.
Menebar Kebaikan Kepada Sesama Muslim
Seorang muslim dengan muslim lainnya boleh saja terpisah oleh
sebuah jarak; berbeda pulau, negara, atau pun benua. Namun sejatinya setiap
muslim terikat dengan kalimat yang satu “Laa ilaha illlallah: tidak ada
tuhan yang berhak disembah kecuali Allah".
Muslim dengan muslim yang lainnya adalah saudara. Dijadikannya iman
seseorang sempurna ketika ia bisa mencintai saudaranya (sesama muslim) apa-apa
yang dicintai untuk dirinya sendiri.
Sebagaimana dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
“Salah seorang di
antara kalian tidaklah beriman (dengan iman sempurna) sampai ia mencintai
saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” [HR. Bukhari dan Muslim]
Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali mengatakan mengenai hadits di atas,
“yang dimaksud di sini adalah bahwa di antara perkara-perkara iman yang wajib
adalah seorang Mukmin harus mencintai saudaranya sesama mukmin apa-apa yang dia
cintai untuk dirinya sendiri, dan juga membenci untuk saudaranya apa-apa yang
dia benci terhadap dirinya. Jika ini hilang dari dirinya, maka imannya berkurang
karena itu.” (Mukhatashar jami’ul ulum wal hikam, hal. 120)
Salah satu bentuk cinta dari seseorang kepada yang lainnya adalah
dengan mengajak kepada kebaikan dan menjauhkannya dari keburukan. Dengan cara
yang hikmah juga nasihat yang baik dan tanpa ada paksaan sedikitpun.
Sebagian orang
membenci Islam bukan karena ajarannya melainkan karena melihat orang-orang
muslim yang hadir dalam hidupnya tidak membawa nilai-nilai islam.
Pun sebaliknya ada sebagian orang yang tidak ada niat sama sekali
untuk mengenal Islam namun karena melihat akhlak yang mulia dari seorang muslim
yang hadir dalam hidupnya maka ia akan senang dengan islam.
Mungkin ada saudara-saudara muslim kita yang bertato umpamanya,
salatnya tidak dijaga, ada juga yang tidak menutup aurat bagi perempuan. Maka
bentuk cinta kepada mereka adalah mengajaknya dengan cara yang hikmah dan juga
nasihat yang baik tanpa ada paksaan sedikitpun. Persoalan mereka mau menerima
atau tidak sepenuhnya adalah urusan dan kuasa Allah.
Bila kita menghukumi
orang lain hanya karena satu dua kebaikan yang kita bisa lakukan dan mereka
belum, maka perlakuan kita sungguh kejam; dan merupakan hal yang lancang bagi
kita untuk menghujat mereka. Coba ditelaah baik-baik: ada yang tidak beres
dengan cara pikir ini. Kita beranggapan bahwa makhluk sekerdil kita, yang
sungguh penuh dengan kehinaan, pantas mewakili Dzat Sang Maha Kuasa.
“Tolak ukur ketulusan seseorang dalam menasehati seseorang
terlihat dari cara bagaimana dia menyampaikan nasihat tersebut.”
Wasiat Dzul Izba’ Al-‘Adwani Kepada Anaknya
Di saat Dzul Isba’ Al-‘adwani merasakan ajalnya akan tiba, dia
memanggil anaknya Usaid. Ia menasihati anaknya dengan beberapa nasihat yang
akan menjadikannya seseorang yang mulia di tengah manusia, juga dihormati dan
dicintai oleh kaumnya. Ia berkata:
“Berlemah lembutlah kepada
manusia maka mereka akan mencintaimu, dan bersikap rendah hatilah niscaya
mereka akan mengangkat kedudukanmu, sambut mereka dengan wajah yang selalu
berseri maka mereka akan mentaatimu, dan janganlah engkau mementingkan dirimu
sendiri maka mereka akan menghormatimu.
Muliakanlah anak-anak kecil (muda) sebagaimana engkau memuliakan
orang-orang dewasa di antara mereka, maka yang dewasa akan semakin
menghormatimu dan anak-anak akan tumbuh dengan kecintaan kepadamu, mudahkanlah
hartamu untuk kau berikan, muliakanlah tetanggamu dan tolonglah orang yang
meminta pertolongan, muliakanlah tamu dan tahanlah dirimu dari meminta sesuatu
kepada seseorang, maka dengan itu semua sempurnalah kemuliaanmu.”
Untuk anda yang masih bingun cara menghitung zakat mal bisa
membaca referensi artikel berikut: Cara
Menghitung Zakat Mal yang Praktis
Bagikan ke Teman