Hukum Pajak dalam Islam
zakatkita.org 18 November 2021 12446
Hukum Pajak
dalam Islam
Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak membiarkan
manusia saling menzhalimi satu dengan yang lainnya, Allah dengan tegas
mengharamkan perbuatan zhalim atas diri-Nya, juga atas segenap makhluk-Nya[1].
Kezhaliman dengan berbagai ragamnya telah menyebar dan berlangsung turun
temurun dari generasi ke generasi, dan ini merupakan salah satu tanda akan
datangnya hari kiamat sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah bersabda.
لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّا س زَمَانٌ لاَيُبَاليَّ
الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ أَ منْ حَلاَل أَم منْ حَرَام “Sungguh akan
datang kepada manusia suatu zaman saat manusia tidak peduli dari mana mereka
mendapatkan harta, dari yang halalkah atau yang haram” [HR Bukhari kitab
Al-Buyu : 7]
Di antara bentuk kezhaliman yang hampir
merata di tanah air kita adalah diterapkannya sistem perpajakan yang dibebankan
kepada masyarakat secara umum, terutama kaum muslimin, dengan alasan harta
tersebut dikembalikan untuk kemaslahatan dan kebutuhan bersama. Untuk itulah,
akan kami jelaskan masalah pajak ditinjau dari hukumnya dan beberapa hal
berkaitan dengan pajak tersebut, di antaranya ialah sikap kaum muslimin yang
harus taat kepada pemerintah dalam masalah ini. Mudah-mudahan bermanfaat.
Definisi Pajak
Dalam istilah bahasa Arab, pajak dikenal
dengan nama الْعُشْرُ (Al-Usyr)[2] atau الْمَكْسُ (Al-Maks), atau bisa juga
disebut لضَّرِيْبَةُ (Adh-Dharibah), yang artinya adalah ; “Pungutan yang
ditarik dari rakyat oleh para penarik pajak”. Atau suatu ketika bisa disebut الْخَرَاجُ
(Al-Kharaj), akan tetapi Al-Kharaj biasa digunakan untuk pungutan-pungutan yang
berkaitan dengan tanah secara khusus. Sedangkan para pemungutnya disebut صَاحِبُ
الْمَكْسِ (Shahibul Maks) atau الْعَشَّارُ (Al-Asysyar). Adapun menurut ahli
bahasa, pajak adalah : “ Suatu pembayaran yang dilakukan kepada pemerintah
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan dalam hal
menyelenggaraan jasa-jasa untuk kepentingan umum”
Macam-Macam Pajak
Diantara macam pajak yang sering kita jumpai
ialah : Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), yaitu pajak yang dikenakan terhapad
tanah dan lahan dan bangunan yang dimiliki seseorang. Pajak Penghasilan (PPh),
yaitu pajak yang dikenakan sehubungan dengan penghasilan seseorang. Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) Pajak Barang dan Jasa Pajak Penjualan Barang Mewam
(PPnBM) Pajak Perseroan, yaitu pajak yang dikenakan terhadap setiap perseroan
(kongsi) atau badan lain semisalnya. Pajak Transit/Peron dan sebagainya.
Adakah Pajak Bumi/Kaharj ( الْخَرَاجُ)
Dalam Islam?
Imam Ibnu Qudamah rahimahullah dalam kitabnya
Al-Mughni (4/186-121) menjelaskan bahwa bumi/tanah kaum muslimin terbagi
menjadi dua macam.
1. Tanah yang diperoleh kaum muslimin
dari kaum kafir tanpa peperangan, seperti yang terjadi di Madinah, Yaman dan
semisalnya. Maka bagi orang yang memiliki tanah tersebut akan terkena pajak
kharaj/pajak bumi sampai mereka masuk Islam, dan ini hukumnya adalah seperti
hukum jizyah, sehingga pajak yan berlaku pada tanah seperti ini berlaku hanya
terhadap mereka yang masih kafir saja.
2. Tanah yang diperoleh kaum muslimin
dari kaum kafir dengan peperangan, sehingga penduduk asli kafir terusir dan
tidak memiliki tanah tersebut, dan jadilah tanah tersebut wakaf untuk kaum
muslimin (apabila tanah itu tidak dibagi-bagi untuk kaum muslimin). Bagi
penduduk asli yang kafir maupun orang muslim yang hendak tinggal atau mengolah
tanah tersebut, diharuskan membayar sewa tanah itu karena sesungguhnya tanah
itu adalah wakaf yang tidak bisa dijual dan dimiliki oleh pribadi ; dan ini
bukan berarti membayar pajak, melainkan hanya ongkos sewa tanah tersebut.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pajak pada
zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah diwajibkan atas
kaum muslimin, dan pajak hanya diwajibkan atas orang-orang kafir saja.
Hukum Pajak dan Pemungutnya
Menurut Islam Dalam Islam telah dijelaskan
keharaman pajak dengan dalil-dalil yang jelas, baik secara umum atau khusus
masalah pajak itu sendiri. Adapun dalil secara umum, semisal firman Allah. يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ “Wahai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
cara yang batil….”[An-Nisa/4 : 29] Dalam ayat diatas Allah melarang hamba-Nya
saling memakan harta sesamanya dengan jalan yang tidak dibenarkan. Dan pajak
adalah salah satu jalan yang batil untuk memakan harta sesamanya Dalam sebuah
hadits yang shahih Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. لاَ يَحِلُّ
مَالُ امْرِئٍ مُسلِمٍ إِلاَّ بِطِيْبِ نَفْسٍ مِنْهُ “Tidak halal harta
seseorang muslim kecuali dengan kerelaan dari pemiliknya” Adapun dalil secara
khusus, ada beberapa hadits yang menjelaskan keharaman pajak dan ancaman bagi
para penariknya, di antaranya bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda. إِنَّ صَاحِبَ الْمَكسِ فِيْ النَّارِ “Sesungguhnya pelaku/pemungut
pajak (diadzab) di neraka” [HR Ahmad 4/109, Abu Dawud kitab Al-Imarah : 7]
Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah dan beliau berkata
:”Sanadnya bagus, para perawinya adalah perawi (yang dipakai oleh)
Bukhari-Muslim, kecuali Ibnu Lahi’ah ; kendati demikian, hadits ini shahih
karena yang meriwayatkan dari Abu Lahi’ah adalah Qutaibah bin Sa’id Al-Mishri”.
Dan hadits tersebut dikuatkan oleh hadits lain, seperti. عَنْ أَبِيْ الْخَيْرِ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ قَالَ عَرَضَ مَسْلَمَةُ بْنُ مَخْلَّدٍ وَكَانَ أَمِيرًا عَلَى مِصْرَرُوَ
ُيْفِعِ بْنِ ثَابِتٍ رَضِيَ اللَّهُ أَنْ يُوَلِّيَهُ الْعُشُوْرَ فَقَالَ إِنِّيْ
سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ إِنَّ صَاحِبَ
الْمَكْسِ فِيْ النَّارِ “Dari Abu Khair Radhiyallahu ‘anhu beliau berkata ;
“Maslamah bin Makhlad (gubernur di negeri Mesir saat itu) menawarkankan tugas
penarikan pajak kepada Ruwafi bin Tsabit Radhiyallahu ‘anhu, maka ia berkata :
‘Sesungguhnya para penarik/pemungut pajak (diadzab) di neraka”[HR Ahmad 4/143,
Abu Dawud 2930] Berkata Syaikh Al-Albani rahimahullah : “(Karena telah jelas
keabsahan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Lahi’ah dari Qutaibah) maka aku
tetapkan untuk memindahkan hadits ini dari kitab Dha’if Al-Jami’ah Ash-Shaghir
kepada kitab Shahih Al-Jami, dan dari kitab Dha’if At-Targhib kepada kitab
Shahih At-Targhib” Hadits-hadits yang semakna juga dishahihkan oleh Dr Rabi
Al-Madkhali hafidzahulllah dalam kitabnya, Al-Awashim wal Qawashim hal. 45 Imam
Muslim meriwayatkan sebuah hadits yang mengisahkan dilaksanakannya hukum rajam
terhadap pelaku zina (seorang wanita dari Ghamid), setelah wanita tersebut
diputuskan untuk dirajam, datanglah Khalid bin Walid Radhiyallahu ‘anhu
menghampiri wanita itu dengan melemparkan batu ke arahnya, lalu darah wanita
itu mengenai baju Khalid, kemudian Khalid marah sambil mencacinya, maka
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. مَهْلاً يَا خَالِدُ فَوَ الَّذِيْ
نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَقَدْ تَابَتْ تَوْبَةً لَوْ تَابَهَا صَاحِبُ مَكْسٍ لَغُفِرَ
لَهُ ثُمَّ أَمَرَ بِهَا فَصَلَّى عَلَيْهَا وَدُفِنَتْ “Pelan-pelan, wahai
Khalid. Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh dia telah bertaubat
dengan taubat yang apabila penarik/pemungut pajak mau bertaubat (sepertinya)
pasti diampuni. Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan
(untuk disiapkan jenazahnya), maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menshalatinya, lalu dikuburkan” [HR Muslim 20/5 no. 1695, Ahmad 5/348 no.
16605, Abu Dawud 4442, Baihaqi 4/18, 8/218, 221, Lihat Silsilah Ash-Shahihah
hal. 715-716] Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa dalam hadits ini
terdapat beberapa ibrah/hikmah yang agung diantaranya ialah : “Bahwasanya pajak
termasuk sejahat-jahat kemaksiatan dan termasuk dosa yang membinasakan
(pelakunya), hal ini lantaran dia akan dituntut oleh manusia dengan tuntutan
yang banyak sekali di akhirat nanti”
Kesepakatan Ulama Atas Haramnya Pajak
Imam Ibnu Hazm Al-Andalusi rahimahullah
mengatakan dalam kitabnya, Maratib Al-Ijma (hal. 121), dan disetujui oleh
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah :”Dan mereka (para ulama) telah
sepakat bahwa para pengawas (penjaga) yang ditugaskan untuk mengambil uang
denda (yang wajib dibayar) di atas jalan-jalan, pada pintu-pintu (gerbang)
kota, dan apa-apa yang (biasa) dipungut dari pasar-pasar dalam bentuk pajak
atas barang-barang yang dibawa oleh orang-orang yang sedang melewatinya maupun
(barang-barang yang dibawa) oleh para pedagang (semua itu) termasuk perbuatan
zhalim yang teramat besar, (hukumnya) haram dan fasik. Kecuali apa yang mereka
pungut dari kaum muslimin atas nama zakat barang yang mereka perjualbelikan
(zakat perdagangan) setiap tahunnya, dan (kecuali) yang mereka pungut dari para
ahli harbi (kafir yang memerangi agama Islam) atau ahli dzimmi (kafir yang
harus membayar jizyah sebagai jaminan keamanan di negeri muslim), (yaitu) dari
barang yang mereka perjualbelikan sebesar sepersepuluh atau setengahnya, maka
sesungguhnya (para ulama) telah beselisih tentang hal tesebut, (sebagian)
berpendapat mewajibkan negara untuk mengambil dari setiap itu semua, sebagian
lain menolak untuk mengambil sedikitpun dari itu semua, kecuali apa yang telah
disepakati dalam perjanjian damai dengan dengan ahli dzimmah yang telah disebut
dan disyaratkan saja”
Pajak Bukan Zakat
Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi rahimahullah
dalam kitabnya Syarh Ma’ani Al-Atsar (2/30-31), berkata bahwa Al-Usyr yang
telah dihapus kewajibannya oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam atas
kaum muslimin adalah pajak yang biasa dipungut oleh kaum jahiliyah”. Kemudian
beliau melanjutkan : “… hal ini sangat berbeda dengan kewajiban zakat..”
Perbedaan lain yang sangat jelas antara pajak
dan zakat di antaranya.
1. Zakat adalah memberikan sebagian
harta menurut kadar yang ditentukan oleh Allah bagi orang yang mempunyai harta yang
telah sampai nishabynya. Sedangkan pajak tidak ada ketentuan yang jelas kecuali
ditentukan oleh penguasaa di suatu tempat.
2.
Zakat berlaku bagi kaum muslimin saja, hal itu lantaran zakat
berfungsi untuk menyucikan pelakunya, dan hal itu tidak mungkin kita katakan
kepada orang kafir karena orang kafir tidak akan menjadi suci
malainkan harus beriman terlebih dahulu. Sedangkan pajak berlaku bagi
orang-orang kafir yang tinggal di tanah kekuasaan kaum muslimin.
3.
Yang dihapus oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
tentang penarikan sepersepuluh dari harta manusia adalah pajak yang biasa
ditarik oleh kaum jahiliyah. Adapun zakat, maka ia bukanlah pajak, karena zakat
termasuk bagian dari harta yang wajib ditarik oleh imam/pemimpin dan
dikembalikan/diberikan kepada orang-orang yang berhak.
4.
Zakat adalah salah satu bentuk syari’at Islam yang
dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan pajak
merupakan sunnahnya orang-orang jahiliyah yang asal-usulnya biasa dipungut oleh
para raja Arab atau non Arab, dan diantara kebiasaan mereka ialah menarik pajak
sepersepuluh dari barang dagangan manusia yang melalui/melewati daerah
kekuasannya.
Bagikan ke Teman